Betawi Seabad Silam
Tuan Tanah Kemayoran
30 September 1903
MENURUT Bintang Betawi, Raad van Justitie di Betawi telah memutuskan bahwa tanah milik tiga orang Cina di Pisang Batu dinyatakan dirampas untuk gubernemen. Ketiga pemilik tanah di kawasan sebelah utara Kemayoran itu semula menolak tanahnya dilewati jalan kereta api, karena nilai ganti rugi yang diberikan gubernemen sangat murah. Mereka kemudian mengajukan gugatan ke Raad van Justitie.
Pembangunan jalan kereta api melewati Ancol, Pisang Batu dan Kemayoran merupakan prioritas gubernemen. Dalam rencana gubernemen, kereta api malam antara Stasiun Tanjung Priok dan Beos akan dihapuskan. Untuk penggantinya nanti akan dijalankan kereta api malam dari Tanjung Priok ke Senen melewati ketiga halte tersebut. Langkah tersebut dilakukan, karena adanya kereta api malam dari Tanjung Priok ke Beos itu membuat tingkat kejahatan di kawasan kota lama meningkat.
Kemayoran memang memiliki posisi yang strategis. Terletak di sebelah timur Jalan Gunung Sa(ha)ri yang dikenal sebagai Groote Zuider Weg (jalan besar ke selatan), kawasan itu sangat potensial untuk menjadi penghubung antara Pelabuhan Tanjung Priok, kawasan perdagangan di kota lama, dan sentra ekonomi di Senen.
Sebenarnya Kemayoran telah lama dikenal orang. Tetapi sampai akhir abad ke-19 kawasan itu kurang berkembang, karena jalan masuk ke sana terbatas. Satu-satunya jalan yang menembus kawasan penuh sawah itu hanya jalan kumpeni melalui Mangga Besar menuju Sunter. Dibanding distrik lain, penduduknya sangat sedikit.
Berbicara mengenai Kemayoran, orang tidak boleh melupakan nama Saint Martin. Pembesar kumpeni ini patut disorot dalam lembaran sejarah kita. Sifat Saint Martin yang angkuh akhirnya membuat Kapiten Jonker van Manipa, salah seorang tokoh terkenal asal Banda, menjadi korban. Kapiten Jonker memiliki banyak jasa kepada kumpeni sehingga ia dihadiahi tanah di Pejongkoran. Tetapi Saint Martin meremehkannya, karena ia berkulit hitam. Kapiten Jonker yang merasa tersinggung akhirnya tewas sebagai buntut dari serbuah kumpeni ke tempat tinggalnya.
Saint Martin memang merupakan tokoh yang dibanggakan kumpeni. Walau tidak sehebat Jan Piterszoon Coen, ia memiliki keberanian dan kekejaman dalam menumpas lawan-lawan kumpeni. Ia banyak terlibat dalam menghadapi kerajaan-kerajaan yang tidak mau tunduk kepada kumpeni. Misalnya ia pernah berunding dengan Sultan Haji dari Banten, yang kemudian mengikuti kemauan kumpeni.
Nama lengkapnya cukup panjang: Isaac de l’Ostal(e) de Saint Martin. Konon ia seorang baron atau keturunan bangsawan. Dalam tanda tangannya di atas kontrak dengan Banten tanggal 28 Februari 1686, tercantum namanya di bawah satu mahkota. Menurut Dag-register (agenda harian kastil kumpeni) tanggal 14 April 1696, Isaac dilahirkan pada tahun 1629. Semula ia masuk menjadi soldadu kumpeni tanpa sengaja. Ia menjadi Letnan di Betawi, pada 19 Juli 1662.
Dalam Dag-register 31 Maret 1663 ia dipilih untuk berangkat ke Cochin (Indocina) dan kemudian juga Kolombo. Pada tahun 1664, ia ditunjuk sebagai "kapten sementara untuk bidang hukum di Kolombo". Di kota itu, kariernya cepat meningkat, dan diangkat komisaris bidang politik Dewan Gereja Colombo. Tahun 1670 ia meninggalkan posnya di Kolombo. Ia tiba di Betawi tahun 12 November 1672 dan diangkat sebagai kapten.
Selain sebagai soldadu yang kejam, Saint Martin juga dikenal sebagai tukang main tanah. Tanahnya yang luas tersebar di mana-mana. Di sebelah timur Bekasi, misalnya, ia memiliki sebidang tanah luas yang meliputi kebun tebu, penggilingan gula, dan sebuah kebun buah-buahan.
Pada tanggal 10 Oktober 1693, tanah itu masih tercatat dimiliki oleh Jan Franszen Holsteijn. Tetapi kemudian Saint Martin menjadi pemiliknya, setelah membelinya pada tanggal 15 Oktober 1695 dengan harga yang sangat murah, yakni 125 Rijksdaalder (mata uang Belanda dari perak yang sebuahnya senilai 2,5 gulden). Tak lama kemudian Martin membeli tanah-tanah sekitarnya, sehingga tanah itu mencapai luas 2200 morgen (ukuran tanah di negeri Belanda) yang sama dengan 2640 "bau besar". Pada peta tahun 1696 atau sesudahnya, tanah yang terletak di tepi Sungai Bekasi dan di muara Kali Kamarangan itu tertulis "kebun dari Yang Mulia Mayor".
Selain di Bekasi, sang Mayor juga memiliki tanah lain di Residensi Betawi. Banyak orang menyebutkan, ia memiliki "sebidang tanah yang luas berupa kebun, padang rumput dan tanah pembibitan dengan bangunan rumah-rumah batu". Tanah itu terletak satu jam perjalanan dari kastil, selepas benteng Jakarta di Gunung Sa(ha)ri. Luas tanah itu sekitar 130 morgen, jadi tidak seluas yang di Bekasi. Tetapi tanah itu lebih strategis, karena dekat dengan pusat kekuasaan kumpeni. Itulah yang kini dikenal sebagai Kemayorn.
Nama "Mayoran" pertama muncul pada tahun 1807 sebagai tanah yang "terletak di dekat Weltevreden". Sebutan itu terdapat dalam iklan di Java Government Gazette, koran resmi pemerintah jajahan Inggris di Jawa, pada tanggal 24 Februari 1816.
Saint Martin juga memiliki tanah di "Kanyere", yang jauhnya sekitar 5 sampai 6 jam dari kastil, di kawasan yang berbatasan dengan Kali Krukut. Tanah seluas 1800 morgen itu dibeli Saint Martin pada 20 Desember 1695, jadi tak lama setelah ia membeli tanah di Bekasi.
Surat hak tanah keluar pada 15 Februari 1686. Tanah tersebut pada peta resmi kumpeni disebut Cin(g)ere. Tapi dari tanah-tanah itu yang paling dibanggakan oleh Saint Martin adalah yang di Kemayoran, sebab nama itu merupakan pengabadian kehadirannya di Betawi.
0 komentar:
Posting Komentar